Untuk menyamakan persepsi diantara pemangku kepentingan, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) “Saras Husada”, menyelenggarakan diskusi. Topik diskusi tentang pola pengeloaan keuangan badan layanan umum daerah (PPK-BLUD)RSUD “Saras Husada”, Senin (17/9) di aula hotel Plasa. Hadir sebagai nara sumber Ir Bejo Mulyono MML selaku Kasubdit BLUD Ditjen Keuangan Daerah pada Kementrian Dalam Negeri, dan Drs Syahrudin Hamzah SEMM selaku Wakil Direktur dan Keuangan RSUD “Muwardi” Surakarta. Direktur RSUD “Saras Husada” Purworejo drg Gustanul Arifin MKes mengungkapkan bahwa penerapan PPK-BLUD utuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kepada masyarakat. Mekanismenya dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasar prinsip ekonomi dan produksi, serta penerapan praktek bisnis yang sehat.
Istilah BLU, sambungnya, mulai disosialisasikan 2004 lalu, sebagaimana terdapat pada pasal (1) UU 1/2004, tentang Perbendaharaan Negara. Namun diantara peyelenggara pemerintah masih sering terdapat beda persepsi mengenai BLUD. Diharapkan BLUD dapat memecahkan masalah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Menurutnya, sebuah rumah sakit harus memberikan pelayanan setiap waktu, kendati di awal tahun saat pengaggaran melalui APBD belum ditetapkan. Optimalisasi pelayanan ini dapat diatasi apabila pendapatan fungsional bisa langsung digunakan untuk pengadaan obat/ alat kesehtan, serta penyederhanaan pengadaan barang/jasa. “Sehingga keterbatasan dan kelancaran dana operasional, serta ketergantungan terhadap subsidi pemerintah dapat diatasi, apabila BLUD bisa memerankan sebagai bisnis swasta yang mampu menarik pelanggan,” katanya.
RSUD “Saras Husada” Purworejo merupakan pelopor RSUD di Jawa Tengah yang telah menerapkan PPK-BLUD. Pelaksanaannya berdasarkan Perda 1/2009. Sejak tahun itu pula, pihaknya sudah tidak menggunakan dana APBD, kecuali untuk gaji PNS. Dari sekitar 670 karyawan, 417 orang diantaranya berstatus PNS.
Tahun 2011 meraup pendapatan Rp 54 M. Setelah dikeluarkan untuk belanja, menyisakan usaha yang disetorkan ke kasda sebesar Rp 8,8 M. Belanja paling besar untuk belanja obat, mencapai Rp 18 an milyar, disusul belanja modal dan alat kesehatan.
Untuk meningatkan pelayanan, pihakya kerja sama dengan pihak ketiga. Pihaknya menyediakan gedung, pihak ketiga menyediakan alat-alatnya. Mengingat RSUD memberikan pelayanan kesehatan kepada semua lapisan masyarakat, maka biaya kesehatan ditentukan pemerintah. Sehingga kendati menggunakan alat pihak ketiga, biayanya maksimal sama dengan rumah sakit swasta, bahkan masih dibawahnya. Pertanggungjawaban pelaksanaan kepada bupati.
Ia mengaku, setiap tahun dilakukan audit oleh institusi yang berwenang seperti Inspektorat, BPK dan BPKP, juga oleh lembaga independen, yaitu dari Undip. “Pemeriksaan oleh lembaga pemerintah biasanya berdasarkan penugasan oleh atasannya. Sedangkan pemeriksan oleh Undip secara menyeluruh. Berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan, hasil audit oleh institusi pemerintah dan lemabaga independen hasilnya sama,” ungkapnya.
Bupati Purworejo Drs Mahsun Zain MAg, pada kesempatan yang sama mengungkapkan bahwa rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan publik memegang peranan penting bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Rumah sakit dituntut untuk dapat melayani masyarakat, dapat berkembang dan mandiri serta harus mampu bersaing dan memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat.
sumber : http://www.purworejokab.go.id