TESTIMONI LUAR BIASA - HIDUPNYA HANYA INGIN BERSAMA ALLAH SWT
Hampir semua teman saya berebut mendaftar jadi PNS. Mereka pun bertanya-tanya: “Kenapa dilepaskan peluang emas itu?” “Saya tidak tergiur,” itu jawaban yang bisa saya jawab. Bukan apa-apa, bagiku ada yang lebih mulia dan menantang dari sekedar jadi PNS dengan gaji tetap dan pensiunan terjamin. Apalagi, adanya kenaikan gaji guru serta tunjangan sertifikasi.
Tapi, tetap saja, iming-iming itu tak menyurutkan niatku. Langkah berbeda itu murni muncul dari sebuah idealisme yang tumbuh ketika menimba ilmu di sebuah pesantren. Sebuah idealisme untuk menjadi seorang ustad dan dai. Aneh bagi banyak orang memang. Tapi itulah diriku.
Gila dan bodoh, mungkin umpatan itu yang akan dikatakan kebanyakan orang ke pada saya. Bagaimana tidak? Peluang emas sudah ada di depan mata, justru saya biarkan begitu saja. Padahal, di luar sana, begitu banyak orang sibuk mencari kerja. Entah berapa lamaran pekerjaan yang telah ditolak, setidaknya itu saya ketahui dari berita di surat kabar baik cetak atau elektronik. Tiap hari, hampir ada saja cerita sarjana yang menganggur dan akhirnya hanya jadi pekerja serabutan.
Saya sendiri, selepas kuliah bahasa inggris di sebuah perguruan tinggi swasta ternama di kota Pempek, Palembang tak mengajukan secarik lamaran pekerjaan pun. Apalagi mendaftar jadi pegawai PNS, tak terbersit sedikitpun di hatiku. Padahal, di daerah saya, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), peluang jadi PNS masih sangat terbuka lebar. Tingkat sarjana di daerah ini belum begitu signifikan seperti di Jawa.
Bahkan, suatu saat, saya bertemu dekan fakultas bahasa Inggris yang pernah menjadi dosen pembimbing skripsiku. Dia menawariku menjadi dosen di kampusnya. Dia bilang, kualitas speaking dan Inggrisku mubazir jika disia-siakan. Dengan dijadikan dosen, tentu dengan peluang lainnya, setidaknya dapat beasiswa S2. Tapi, lagi-lagi hatiku menolak: ini bukan tujuanku!
Mengetahui hal itu, orangtuaku marah. Katanya, betapa sulitnya orang mencari pekerjaan, eh peluang sudah di depan mata justru diabaikan. Saya sebenarnya bisa memaklumi orangtuaku. Orangtua manasih yang nggak ingin anaknya jadi orang sukses secara materi dan karir? Tapi, lambat laun setelah saya jelaskan, akhirnya keduanya mau menerima. Subhanallah, jarang ada orangtua seperti itu.
Honor tak seberapa
Saya pun mulai menjalani sebagai guru madrasah di sebuah pesantren merangkap sebagai pengasuh. Pesantren yang terletak di Kec Rambutan itu menampung santri yang tidak mampu. Mereka datang dari berbagai tempat di sekitar Palembang. Tak jarang juga yang berasal dari daerah transmigrasi.
Di pesantren ini hanya ada MTs dan SMA. Untuk SMA hanya baru menerima santri putri, karena masih terkendala gedung sekolah. Mencari santri di Palembang bisa dibilang cukup sulit. Animo orangtua menyantrikan anaknya rendah. Tak seperti di daerah Jawa, Madura misalnya. Hampir setiap desa di pulau garam ini ada pesantren dan jumlah santrinya cukup banyak. Sementara, di Palembang, hemat saya, para orangtua lebih suka menyekolahkan anak mereka ke sekolah negeri. Kendati pesantren ini sudah berusia 15 tahun lebih, tapi santrinya sekitar 150 orang.
Saya pun tak mau berhenti hanya berfikir di situ. Mungkin saja kondisi itu karena kualitas di pesantren ini masih rendah. Jadi, belum banyak masyarakat yang berminat. Wajar saja, di pesantren ini, jumlah guru bisa dihitung jari. Itupun kadang masuk kadang tidak. Tak pelak, santri pun jadi jarang belajar. Kualitas mereka juga tak seberapa. Mereka kebanyakan memiliki semangat juang tinggi tapi sedikit ilmu.
Setidaknya, realitas itulah yang membulatkan niatku mengabdi di pesantren ini. Saya tak perduli tentang dosen, karir, PNS atau jabatan lainnya. Bagiku, mengabdi di pesantren ini lebih dari cukup. Para santri yang haus ilmu lebih dari ladang gersang yang harus disirami air. Ibarat di kegelapan, mereka butuh lentera. Lentera yang menerangi mereka dari kebodohan tentang agama dan ilmu. Kondisi inilah yang selalu memompa semangatku untuk menyirami mereka dengan ilmu.
Kendati untuk hal itu, saya harus menjalani kondisi yang bagi kebanyakan orang, mungkin tak menyenangkan. Makan seadanya dan honor tak seberapa. Bahkan, terkadang jika uang operasional sekolah minus, saya tak mendapat honor. Pesantren yang saya tempati pun jauh dari hiruk pikuk kota. Sepi dan sunyi. Sekitarnya hanya hutan karet. Meski demikian, saya merasakan telaga kebahagiaan yang selalu mengisi relunga kalbuku.
Ketika melihat antusiasme mereka belajar dan mengaji al-Qur’an, serasa melihat padi yang sedang menguning di hamparan sawah yang luas. Indah memesona. Apalagi jika memimpin mereka bersujud di sepertiga malam yang senyap, ada kebahagiaan yang tak terlukiskan, lebih indah dari sekadar gemerlap malam yang indah oleh temaram bulan dan bintang.
Meski lauk makan hanya tempe, tahu, kecambah, kangkung, daun singkong dan ikan asin, tapi karena makan bersama-sama jadi terasa nikmat. Lebih nikmat dari sekedar pizza, fried ckicken, ayam panggang dan makanan lezat lainnya, yang biasa menjadi makanan orang Jakarta dan orang kota. Bagiku, makan kangkung di tempat itu, tak ternilai, jika hanya dibandingkan dengan fried chicken atau pizza.
Betul apa yang dikatakan pendiri Pesantren Gontor, Ponorogo Imam Zarkasyi: "Jadilah kalian orang besar, orang besar bukanlah orang yang memiliki pangkat yang tinggi, harta yang melimpah, atau ilmu yang luas dikenal orang di mana-mana, akan tetapi orang yang ikhlash mengajar ngaji walau di surau kecil di daerah terpencil."
Saya tak menyesali keputusan ini. Saya rela dianggap bodoh oleh orang banyak. Saya hanya seorang guru kecil di pesantren kecil dan terpencil. Saya hanya berharap kemuliaan di hadapan Allah SWT. Ya, saya hanya berharap terpilih menjadi “orang besar” di mata Allah, ketimbang jadi orang besar di mata manusia.
( Dikisahkan Ust Syafril )
Pendaftaran Santri / Siswa Baru Darul Qur'an DAQU School
TK-SD-SMP-SMA-I'DAAD
Bagi Sobat jamaah yang ingin anak-anaknya gabung didalam pendidikan terpadu pesantren Darul Qur'an, mendapat
pendidikan umum dan agama secara berimbang, serta menjalin silaturahmi dsb silahkan gabung mengikuti pendidikan Darul Qur'an.
Cara ngikutinnya isiin data Formulir sederhana Dulu, Sebagai Berikut :
Nama Lengkap ( Nama Orang Tua dan Anak )
Alamat ( Alamat lengkap atau Kota untuk sementara )
Jenjang Pendidikan ( Pilihan Tingkat TK-SD-SMA-Perguruan Tinggi / STMIK )
HP ( Nomer HP )
Tlp Rumah ( Nomer HP )
PIN BB ( Nomer HP )
Isian data kirimin lewat email : daftarpondok@ymail.com
Data diatas khusus buat sobat jamaah dari FB YM Network ini.
Data akan diajukan / dilihat langsung Yusuf Mansur
Dan akan dihubungi oleh para petugas pondok
( koordinator Ust Ahmad Jameel HP -08788 322 0099 )
Sebarkan informasi ini kepada yang lain, demi menebar Masyarakat, dan negara yang memiliki pengetahuan cemerlang dan keberkahan dengan amal shaleh, sebagai sedekah info yang hasilnya balik kepada sobat jamaah sekalian.
Bila ingin daftar lengkap diluar FB ini, silahkan melakukan Registrasi dan Syarat pendaftaran dapat dilihat di website resmi DAQU : http://www.daqu.sch.id ( Bila ingin konfirmasi juga bisa kirimin ke : daftarpondok@ymail.com )
Penerimaan terbatas, lengkapi pendidikan anak-anak anda dengan bekal agama yang baik.
1 komentar:
Rumah Sakit Islam Sakinah Mojokerto Kontak person :
1. dr. Hj. Sri Sugiarti - ( 081 216 741 30 )
2. Umi Mutdrisah, SE - ( 085 746 300 533 )
melayani :
1.Umum
2.Asuransi Kesehatan Sosial (PNS, Purna Tugas, Veteran)
3.Asuransi kesehatan Inhealth. (ASKES untuk BUMN dan Perusahaan swasta)
4.Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (Jamkesmas ) dan PKH (Program Keluarga Harapan)
5.Jaminan persalinan (Jampersal)
6.Jamsostek JPK
7.Jamsostek JKK (TC), Tjiwi Kimia.
8.Asuransi Kesehatan CIKKO
9.Asuransai Kesehatan Nayaka Era Husada / Bringin Life
10.Asuransi kesehatan EASCO (Indosat/ Perhutani)
11.Asuransi kesehatan Ajinomoto
12.Asuransi kecelakaan lalulintas (Jasa Raharja)
13.Asuransi kesehatan KAI, Kimia Farma, PLN
14.Asuransi kesehatan Coca Cola, Sun Rise.
15.dan lain - lain
Kritik & Saran Ke : 085648280307
Posting Komentar
Silahkan Kritik dan Saran Anda Tuliskan Pada Formulir Komentar di Bawah Ini